Sunday, December 13, 2015

Dokter Sebut 3 Sumber Pencemaran Udara Paling Utama di Jakarta

Dokter Sebut 3 Sumber Pencemaran Udara Paling Utama di Jakarta
Polusi udara sudah menjadi hal biasa dan cukup memprihatinkan di kota besar termasuk di Jakarta. Penyumbang 70 persen polutan di Jakarta adalah kendaraan bermotor yang berjumlah jutaan unit.

"Makanya diadakan Car Free Day (CFD) untuk mengurangi emisi gas di Jakarta," kata Prof Dr Faisal Yunus, PhD, SpP(K), Kepala Departemen Pulmologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Selain kendaraan bermotor, Prof Yunus juga mengatakan bahwa asap pabrik dan polusi ruangan seperti rokok juga menjadi sumber utama polusi di Jakarta. Maka dari itu, Anda disarankan untuk menjaga paru-paru agar tidak terpapar udara kotor yang dapat menggangu untuk kesehatan Anda.

"Apabila Anda terlalu sering terpapar polusi udara, maka Anda akan mengalami batuk berdahak atau sesak napas. Namun jika sudah terlalu parah, Anda bisa mengalami Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)," lanjutnya, saat ditemui di sela-sela pemeriksaan spirometri oleh RS Paru Persahabatan di arena CFD.

Selain itu, berdasarkan survei yang dilakukan oleh dr Ari Fahrial Syam, MMB, SpPD-KGEH, dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), diketahui bahwa beragam jenis asap polusi tersebut paling banyak menyebabkan keluhan sakit tenggorokkan (81 persen), batuk (72 persen), dan iritasi mata (69,4 persen). Keluhan lain seperti pilek, sesak napas, sakit kepala, dan iritasi kulit juga dialami oleh lebih dari 50 persen responden.

Menurut dr Ari, beragam keluhan ini bisa terjadi karena kandungan pada asap. Asap polusi kendaraan misalnya karena mengandung gas CO maka ia bisa mengurangi asupan oksigen dan memicu pusing, asap kebakaran hutan yang banyak partikel padat halusnya-nya memicu batuk karena menghalangi jalan napas, dan begitu pula dengan asap rokok.

Saturday, October 31, 2015

Beri Pendidikan Reproduksi untuk Anak, Orang Tua Harus Punya Bekal Cukup

Beri Pendidikan Reproduksi untuk Anak, Orang Tua Harus Punya Bekal CukupJakarta, Memberikan pendidikan reproduksi untuk anak merupakan tanggung jawab orang tua. Namun sebelum memberikan pendidikan, orang tua juga harus memiliki bekal yang cukup.

Dra Ira Intasari, MPD, praktisi pendidikan yang juga pakar pendidikan reproduksi untuk anak mengatakan bekal orang tua harus cukup sebelum memberikan materi pendidikan reproduksi. Sebabnya, jawaban yang tidak memuaskan dari orang tua malah bisa membuat a
nak mencari jawaban dari sumber lain yang tidak terawasi.

"Kalau kata anak-anak sekarang itu nggak boleh sotoy kali ya. Kalau orang tua bisa jawab ya jelaskan aja dengan benar, sebatas rasa ingin tahu anak. Tapi kalau tidak tahu, lebih baik minta anak bersabar untuk menunggu sembari orang tua mencari jawabannya," tutur Ira, dalam bincang santai soal kesehatan reproduksi, di Wisma Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), Jl Hang Jebat III, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Sabtu (31/10/2015).

Dijelaskan Ira bahwa pertanyaan-pertanyaan anak soal kesehatan reproduksi tidak semenakutkan bayangan orang tua. Yang paling umum, anak akan bertanya mengapa alat kelamin ia dan saudaranya berbeda, atau organ tubuh ayah dan ibu berbeda.

Ketika pertanyaan tersebut, orang tua tak perlu panik. Jawab dengan benar sebatas rasa ingin tahu anak dan jika tidak tahu minta anak untuk bersabar menunggu sembari mencari jawaban.

"Kalau orang tua nggak tahu lalu panik, nanti anak akan semakin bingung. 'Kenapa kok mama panik?' akhirnya dia bingung juga dan pertanyaannya nggak terjawab," ungkap wanita yang juga mengajar di TK Al-Izhar ini.

Apalagi, saat ini media untuk pendidikan reproduksi sudah semakin banyak. Mulai dari boneka, buku, video hingga alat peraga lainnya tersedia sebagai media pembelajaran anak.

"Kalau saya pakai buku, ensiklopedia anak yang bisa didapat di toko buku. Sederhana aja, kita bacain isi ensiklopedianya lalu tunjukin gambarnya," pungkasnya.

Sunday, October 11, 2015

Saat Bertemu Orang dengan Gangguan Jiwa, Haruskah Menghindar?

Saat Bertemu Orang dengan Gangguan Jiwa, Haruskah Menghindar?Jakarta, Ketika berpapasan dengan seorang pengidap gangguan jiwa beberapa orang mungkin akan menghindar. Bahkan, beberapa orang justru cuek. Lantas, apa yang sebaiknya dilakukan?

Dijelaskan dr Irmansyah, SpKJ (K), dari RSJ Marzoeki Mahdi Bogor bahwa perilaku menghindari orang dengan gangguan jiwa bukan hal yang positif untuk sang pengidap. Dengan menghindar, yang ada perilaku tersebut malah bisa memicu emosi.

"Kalau kita mau datang orang pada kabur gimana rasanya? Kesal enggak kamu kalau lagi ngumpul terus kamu datang pada kabur?" kata dr Irmansyah pada acara Hari Kesehatan Jiwa Sedunia di Kementerian Kesehatan dan ditulis pada Sabtu (10/10/2015).

Menurut dr Irmasnyah, perlu ditanamkan penerimaan masyarakat ketika melihat orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) sebagai seseorang yang punya penyakit dan perlu ditolong. Bukannya malah dihindari. Dengan merasa diterima dan tak dihilangkan martabatnya, ODGJ bisa lebih baik lagi dalam menghadapi kondisinya.

"Ngobrol aja dengan mereka. Cari tahu saja kisah mereka kadang-kadang kita bisa dapat inspirasi, surprise mereka punya hal-hal yang luar biasa. Dengan mendengar, mau mendekat saja sudah luar biasa," ujar dr Irmansyah.

"Sikap kita menerima mereka itu sudah sesuatu yang sangat positif. Ini sebetulnya modal untuk pulih bahwa martabat dia dipelihara oleh masyarakat," lanjutnya.

Pada kenyataannya, dr Irmansyah menuturkan kini ODGJ masih sering mendapat diskriminasi dari masyarakat dan tenaga kesehatan sendiri. Akibat negatif dari perlakuan tersebut yakni ODGJ menjadi tertutup dan tak mau terbuka terhadap kondisinya karena takut dikucilkan.

"Kita mungkin selalu ditekan perbedaan makanya kalau ada yang beda kita jaga jarak. Intinya kalau kita menghormati semua orang saya rasa sikap seperti itu tidak terjadi," tutup dr Irmansyah.

Thursday, August 13, 2015

Digigit Laba-laba Langka, Muncul 'Balon' di Lengan Pria Ini

Digigit Laba-laba Langka, Muncul Balon di Lengan Pria IniKent, Alex Beer bukan seorang tukang kebun, namun ia tiba-tiba mengalami luka yang diduga akibat gigitan laba-laba berjenis langka.

Akibat dari gigitan laba-laba tersebut, lengan Beer mengalami lecet hingga akhirnya muncul luka gembung yang mirip seperti balon.

Pria berusia 32 tahun ini bercerita awalnya ia hanya mengalami gejala seperti pembengkakan ringan muncul keringat dalam jumlah banyak. Namun lecet yang kemudian muncul menjadi semakin parah hingga akhirnya muncul luka gembung. Parahnya, setelah itu lengannya mulai tak bisa digerakkan.

Tak hanya melukai area di sekitar gigitan, racun dari laba-laba tersebut juga m
embuat beberapa organ tubuh Beer mengalami kegagalan fungsi. Salah satunya adalah ginjalnya.

"Malam itu saya melihat lengan saya mulai membengkak. Tapi saya benar-benar tak tahu apa penyebabnya, saya pikir hanya karena alergi. Bukannya membaik, justru kondisi saya makin parah. Saya jadi berkeringat banyak dan lengan saya tak bisa digerakkan," tutur Beer, seperti dikutip dari Mirror, Kamis (13/8/2015).

Luka seperti balon yang muncul di lengan Beer kemudian juga menyebar membentuk luka lecet yang memerah. Dokter berupaya mencari penyebab munculnya luka tersebut dan kemungkinan terbesar adalah racun dari gigitan laba-laba.

"Saya ingin membuat orang-orang tersadar betapa kita tak boleh lengah. Didiagnosis keracunan akibat gigitan laba-laba membuat saya harus mengonsumsi berbagai macam obat dan diinfus," imbuhnya.

Setelah sekitar dua pekan dirawat di rumah sakit dan mendapatkan pengobatan intensif, Beer kemudian diperbolehkan untuk pulang. Ia pun kini menjadi lebih berhati-hati dan waspada terhadap keberadaan hewan tersebut.

Saturday, July 25, 2015

Vaksin Malaria Pertama di Dunia Dapat Lampu Hijau di Eropa

Vaksin Malaria Pertama di Dunia Dapat Lampu Hijau di EropaJakarta, European Medicines Agency (EMA) memberikan lampu hijau untuk vaksin malaria pertama di dunia. Vaksin buatan perusahaan obat GlaxoSmithKline (GSK) bekerja sama dengan PATH Malaria Initiative ini akan siap diedarkan di Eropa dan Afrika dalam waktu dekat.

GSK yang juga bekerja sama dengan Bill & Melinda Gates Foundation mengaku senang dengan perkembangan vaksin terbarunya. Andrew Witty, Direktur Utama GSK, mengatakan rekomendasi yang diberikan EMA merupakan langkah penting bagi tersedianya vaksin malaria ini.

"Vaksin ini memang bukan merupakan solusi untuk memusnahkan malaria. Tetap harus ada intervensi lain seperti menggunakan kelambu dan penyemprotan. Namun saya positif vaksin ini akan membantu anak-anak di Afrika yang masih sangat rentan terserang malaria," tutur Witty, dikutip dari Re
uters, Sabtu (25/7/2015).

Memang belum pasti kapan vaksin yang dijual dengan nama dagang RTS,S atau Mosquirix itu akan siap beredar. Namun bocoran yang didapat Reuters dari pihak GSK mengatakan bahwa paling lambat vaksin ini akan dijual akhir tahun 2015.

Proses penelitian vaksin ini pun tidak sebentar. Witty mengatakan bahwa pengembangan vaksin mulai dari penelitian hingga saat ini sudah memakan waktu kurang lebih 30 tahun. Lamanya proses penelitian ini membuat beberapa pihak takut harga vaksin yang dijual GSK akan sangat mahal, sehingga sulit terjangkau oleh masyarakat Afrika.

"Waktu, durasi, dan hasil dari penelitian ini memang menjanjikan. Terlebih lagi implementasinya di Afrika belum diketahui, apakah masyarakat akan menerimanya ataukah mampu membelinya," tutur David Kaslow, wakil predisen PATH.

Meski begitu, pihak GSK menjamin bahwan vaksin malaria akan dapat dijangkau seluruh masyarakat, terutama masyarakat tidak mampu di Afrika. Bahkan Witt berjanji tidak akan menarik keuntungan dari penjualan vaksin yang rencananya dijual dengan harga Rp 65.000 per suntikan ini.

Joe Cohen, salah satu peneliti GSK yang turut berpartisipasi dalam pembuatan vaksin ini mengatakan Mosquirix akan sangat membantu masyarakat Afrika, terutama anak-anak yang memiliki angka kematian paling tinggi.

"Vaksin ini akan membuat angka harapan hidup anak-anak di Afrika meningkat. Malaria yang dulu merupakan momok mematikan dapat diredam dengan adanya vaksin ini," paparnya.

Wednesday, July 1, 2015

Aturan Saat Sahur yang Penting Diperhatikan oleh Pasien Mag

Jakarta, Sahur bagi pasien mag dikatakan pakar tidak berbeda dengan sahur orang kebanyakan. Yang harus diperhatikan adalah porsi makanan yang dimakan ketika sahur. Kenapa ?

Pakar gizi sekaligus dosen dari Politeknik Kesehatan II Jakarta, Rita Ramayulis DCN, MKes, mengatakan sahur bagi pengidap mag sama saja dengan orang sehat. Harus mengandung seluruh zat gizi dan seimbang.

Yang harus diperhatikan menurut Rita adalah porsi sahur. Pengidap mag menurutnya dianjurkan untuk makan dengan porsi yang kecil. Makanan dengan porsi yang kecil menurutnya bisa menggoda pasien mag untuk langsung tidur usai sahur. Padahal tindakan ini tidak direkomendasikan.

Sebabnya, pengidap mag memiliki asam lambung yang lebih banyak daripada orang normal. Jika langsung tidur usai makan, ada kemungkinan asam lambung akan naik ke kerongkongan dan menyebabkan kerongkongan terasa perih dan seperti terbakar.

"Efeknya sampai makanan kembali ke kerongkongan benar. Karena perbedaan orang gastritis dan yang tidak kan produksi asam lambungnya. Kalau normal, asam lambung normal, gastritis produksi asam lambungnya lebih tinggi. Kalau terlalu tinggi kita bawa tidur kemungkinan makanan naik ke atas lebih besar akhirnya timbul rasa panas di tenggorokan.

dr Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, pakar kesehatan saluran cerna dari RS Cipto Mangunkusumo mengatakan bahwa sahur bagi pengidap mag tidak jauh berbeda dengan orang sehat. Menu sahur bisa berupa semur, telur, serta sayur. Hindari makan-makanan yang berat dan padat yang terlalu sulit dicerna karena lambung barusan beristirahat setelah tidur dan dianjurkan makanan yang berkuah.

"Pada umumnya juga hindari makanan yang asam dan terlalu pedas, makanan yang terlalu merangsang seperti mengandung merica, hindari makan cokelat, keju, lemak,gorengan, dan makanan bergas seperti kol dan soda," ungkap dr Ari.

Bagi yang doyan mengonsumsi daging, Rita juga mengatakan tidak masalah. Hanya saja lebih baik pilih daging yang rendah lemak namun tinggi protein. Lemak membuat kerja lambung lebih berat, sementara protein dapat menjaga makanan bertahan lebih lama di lambung.

"Potein disarankan yang rendah lemak karena lemak membuat kerja lambung berat sehingga kita bisa mengantuk dan energi yang keluar tidak bagus karena melemahkan tubuh kita. Yang berlemak saat sahur tidak dianjurkan. Tidak ada salahnya saat sahur satu gelas susu skim, putih telur, atau tempe kukus," pungkasnya.

Sunday, June 21, 2015

dr William Mapham, Percepat Penanganan Pasien Katarak di Pelosok Afrika dengan Aplikasi

Cape Town , Bekerja di pedalaman Afrika memberikan tantangan tersendiri baginya. Di sisi lain, ia prihatin karena masyarakat di sana dihantui berbagai masalah kesehatan karena lokasinya yang tak terjangkau oleh akses kesehatan. Ia pun memutuskan untuk turun tangan.

80 persen kasus kebutaan sebenarnya dapat dicegah dan diobati dengan operasi katarak yang sederhana dan hanya memakan waktu tak kurang dari 20 menit. Namun di Afrika Selatan, kasus kebutaan merajalela karena kurangnya akses ke klinik atau rumah sakit.

Hal ini ditemukan dr William Mapham saat mengabdikan dirinya untuk bekerja di pelosok Swaziland dan Eastern Cape, Afrika Selatan yang terpencil selama lima tahun. Sebagai dokter mata, William prihatin masyarakat di kedua wilayah tersebut kesulitan mengakses klinik mata.

Saat itu ia bertugas di Good Shepherd Hospital, Swaziland dan Uitenhage Provincial Hospital, Eastern Cape.

"Saya bertemu banyak orang yang mengalami kebutaan selama bertahun-tahun dan membutuhkan operasi katarak untuk memperbaiki penglihatannya. Namun karena keterbatasan akses, tak banyak dari mereka yang bisa ke klinik," katanya.

Ia pun memutuskan membuat sebuah aplikasi ponsel yang berfungsi mendeteksi gangguan kesehatan mata. Kebetulan dr William pernah menghabiskan waktu beberapa bulan di New York dan Washington untuk merancang aplikasi yang bertujuan meningkatkan layanan kesehatan lewat, dan 'produknya' ini pernah dipublikasikan dalam South African Journal of HIV Medicine di tahun 2008.

Aplikasi yang ia ciptakan bersama rekannya Dylan Edwards di tahun 2011 itu pun mereka beri nama Vula App. Vula diambil dari istilah bahasa Siswati, Xhosa dan Zulu yang berarti 'terbuka'.

Fungsi utamanya ada tiga; memberikan edukasi tentang kesehatan mata, melaksanakan tes mata sederhana, dan menghubungkan pasien dengan dokter mata di klinik atau rumah sakit terdekat.

Jadi hanya dengan bermodalkan aplikasi ini, tenaga medis, terutama dokter umum sekalipun dapat melakukan tes kesehatan mata. Si dokter umum tinggal memotret mata pasien, lalu mengunggahnya ke sistem yang ada pada aplikasi. Nantinya data ini akan dibaca serta dianalisis oleh seorang spesialis mata. Dari situ si dokter spesialis dapat menentukan diagnosis, merekomendasikan pengobatan atau memberikan rujukan kepada pasien.

Untuk sementara, aplikasi ini baru terhubung dengan dokter spesialis mata di Tygerberg Hospital, tempat dinas dr William saat ini dan empat rumah sakit lain. Sejumlah klinik di daerah seperti Worcester dan Bredasdorp, Afsel juga telah terkoneksi dengan Tygerberg lewat aplikasi ini.

"Semoga dengan aplikasi ini, mereka yang menderita penyakit mata di daerah terpencil bisa mendapatkan penanganan secepat mungkin," harapnya seperti dikutip dari berbagai sumber, Sabtu (20/6/2015).

Tahun lalu, aplikasi ini mendapatkan penghargaan juara 1 SAB Innovation Foundation Awards, sehingga dr William dapat menyempurnakan dan memasarkan aplikasi ini secepatnya.

Ke depannya, mekanisme yang dikembangkan dr William juga akan diperluas agar dapat dimanfaatkan oleh spesialisasi lain seperti kulit, jantung, ortopedi, kesehatan anak, dan penanganan HIV.

dr William Mapham yang diperkirakan berusia sekitar 30-an tahun itu memperoleh gelar masternya, MBChB dari University of Cape Town dan menyelesaikan internship di Kalafong Hospital, dekat Pretoria, ibukota Afrika Selatan. Saat ini ia berpraktik di Tygerberg Hospital dan menjadi salah satu staf pengajar di Faculty of Medicine and Health Sciences, Stellenbosch University.

Sunday, June 14, 2015

Cerita Menkes Nila Soal Ubi Tumbuk, Kopi dan Hipertensi

Sidikalang, Kunjungan kerja Menteri Kesehatan Prof Nila Moeloek ke Sumatera Utara diwarnai dengan cerita menarik. Salah satunya adalah kaitan antara ubi tumbuk, kopi sidikalang dan kaitannya terhadap penyakit hipertensi.

Dalam acara makan malam yang digelar di Pendopo Bupati Sidikalang, Menkes Nila mengatakan bahwa ubi tumbuk merupakan salah satu makanan favoritnya, sementara reputasi kopi Sidikalang sebagai salah satu kopi paling enak bahkan sudah diakui dunia.

Namun di balik semua kenikmatan tersebut, ada bahaya penyakit tidak menular yang mengintai. Salah satunya adalah hipertensi atau darah tinggi. Penyakit yang satu ini sering disebut sebagai silent killer karena bisa menyebabkan stroke dan berujung pada kematian.

‎"Selain ubi tumbuk dan kopi, masih ada lagi itu durian Medan yang memang enak. Tapi hati-hati ya bapak-bapak dan ibu-ibu. Yang enak-enak itu bisa menyebabkan penyakit tidak menular, seperti hipertensi. Hipertensi bisa menyebabkan stroke dan meninggal. Kita tentunya tidak ingin Indonesia menjadi negara dengan angka kematian akibat stroke tertinggi di dunia, karena makanannya enak-enak," ucap Menkes Nila sembari berseloroh, di Sidikalang, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara, Jumat (12/6/2015) malam.

Bahaya penyakit tidak menular bukan hanya untuk diri sendiri, namun juga berpengaruh terhadap negara. Di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), penyakit tidak menular menjadi jenis penyakit yang biaya pengeluarannya paling tinggi.

Hipertensi, stroke, penyakit jantung, kanker serta diabetes merupakan penyakit tidak menular yang paling umum dijumpai. Dalam satu tahun perjalanan JKN, penyakit-penyakit inilah yang menyerap biaya paling tinggi.

"Kita teriak sekali kalau masyarakat tidak menjaga kesehatan, kita sendiri yang rugi. Doa kita adalah menjaga kesehatan masyarakat, salah satunya dengan meningkatkan kualitas layanan primer," paparnya.

Karena itu roadmap Kementerian Kesehatan untuk meningkatkan kualitas pelayanan primer seperti Puskesmas dan klinik umum menurutnya harus didukung. Faskes primer mempunyai tanggung jawab untuk menjaga kesehatan masyarakat serta melakukan deteksi dini. Semakin dini penyakit ditemukan, maka peluang sembuh pun semakin besar.

"Target kita itu hanya 10-15 persen masyarakat yang sakit, sementara 85 persennya tetap sehat dan produktif. Kalau masyarakat yang sehat lebih banyak, tentunya masalah-masalah seperti rumah sakit penuh dan lainnya tidak akan terjadi," pungkasnya.

Sunday, June 7, 2015

Kisah Kakak Adik Pengidap ALS, Dulu Bekerja Kini Terduduk di Kursi Roda

Jakarta, Kholidin (24) dan Devi (21) adalah kakak adik dari satu keluarga di desa Girimukti, Sumedang. Mereka berdua hidup layaknya orang biasa sampai suatu penyakit misterius bernama Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS) menyerang dan mengubah segalanya.

ALS adalah penyakit saraf yang biasanya menyerang orang berumur 30 dan 40 tahun. Penyandangnya perlahan akan kehilangan kemampuan gerak sampai akhirnya lumpuh karena sinyal otak ke otot lewat saraf mengalami gangguan.

Penyebabnya dikatakan dokter belum diketahui pasti namun bisa juga karena genetik seperti yang terjadi pada Kholidin dan Devi.

Kholidin awalnya adalah seorang buruh yang bekerja di Bandung, sementara Devi adalah asisten rumah tangga. Mereka datang dari keluarga tak berkecukupan sehingga terpaksa bekerja untuk memenuhi kebutuhan dan tak melanjutkan pendidikannya setelah Sekolah Dasar (SD).

"Waktu si Kholidin 17 tahun nah itu dia tiba-tiba pegal, pening, terus keram. Bicara dia juga sama berbarengan mulai susah. Setelah sebulan akhirnya dia cuma bisa duduk di kursi saja," ujar Ketua RT Desa Girimukti Lili yang menemani sang kakak adik menghadiri seminar ALS di Mayapada Hospital, Lebak Bulus, Jakarta Selatan, seperti ditulis pada Minggu (7/6/2015).

Hal serupa juga terjadi pada Devi. Mereka berdua dikatakan Lili kini hanya bisa terduduk diam di kursi roda dan hanya bisa mengandalkan bantuan orang lain.

Selain Kholidin dan Devi, sang ayah Adeng (46) juga punya penyakit yang sama. Keluarga mereka beranggotakan 6 orang dan tiga di antaranya punya ALS.

"Yang enggak kena itu istri, anaknya yang ketiga Sukma (15) sama yang paling kecil Ridwan (11). Tapi ini si Sukma sudah mulai nih kadang-kadang," kata Lili yang menambahkan kini karena tak ada yang bekerja mereka sangat bergantung pada bantuan orang lain.

Sunday, March 15, 2015

Jangan Biasakan Menahan Kencing, Ini Bahayanya Bagi Prostat

Kebiasaan menahan kencing sangat tidak sehat untuk tubuh dan tidak disarankan oleh dokter. Selain membuat risiko timbulnya batu ginjal membesar, kelenjar prostat yang berfungsi sebagai pabrik cairan mani bisa ikut kena imbasnya.

Kelenjar prostat terletak di bawah kandung kemih sehingga kencing yang tertahan dikatakan oleh dr Yudi Amiarno, SpU, dari RS Tarakan bisa 'merembes' menyebabkan infeksi. Penyakit infeksi prostat yang disebabkan oleh menahan kencing ini sangat sulit disembuhkan total sehingga seseorang sebaiknya menghindari kebiasaan tersebut.

"Ada dua jenis infeksi prostat: ada yang bakteri dan ada yang non bakteri. Kalau yang non bakteri ini lebih susah pengobatannya karena sembuh kambuh sembuh kambuh. Dia tidak ada kumannya jadi enggak bisa dikasih antibiotik," papar dr Yudi dalam acara seminar kanker prostat di Gubuk Makan Mang Engking, Serpong, Tangerang, seperti ditulis Minggu (15/3/2015).

Gejala yang ditimbulkan infeksi prostat beragam. Dalam tingkatan ringan pengidap infeksi bisa merasa nyeri jika duduk terlalu lama dan jika kasusnya sudah berat pendarahan bisa terjadi yang terlihat ketika air mani keluar bercampur darah.

Meski demikian dr Yudi mengatakan infeksi prostat tak menyimpan bahaya yang mengancam jiwa. Namun sekali lagi gejala ini muncul timbul dan tentunya akan mengganggu kenyamanan pasien. Dokter biasanya hanya bisa memberi obat-obatan untuk meredakan gejala namun tak bisa mengobati 100 persen.

"Penyakit ini tidak berbahaya dan tidak menular tapi sangat membuat pengidapnya tidak nyaman. Jadi kalau sekali kena infeksi prostat itu sudah susah," tutup dr Yudi.