Tuesday, September 25, 2012

Ini Dia Alasan Wanita Suka Seks Berisiko

Mungkin banyak orang yang bertanya-tanya mengapa sejumlah wanita suka melakukan seks berisiko, seks tak aman atau gonta-ganti pasangan. Hal ini bukanlah semata karena kebebasan seksual atau rendahnya moral yang dimiliki para wanita ini. Sebaliknya menurut sebuah studi terbaru, wanita yang suka seks berisiko justru telah lama mengalami kekerasan.

Kekerasan yang dimaksud bisa berarti mengalami kekerasan secara langsung atau hanya menyaksikan sejumlah kejadian kriminal, baik ketika masih kecil maupun saat sudah beranjak dewasa.

Bahkan secara khusus wanita yang sering mengalami kekerasan secara langsung seperti pelecehan seksual lebih rentan terlibat dalam seks tanpa perlindungan sekaligus cenderung menyalahgunakan obat-obatan dan alkohol sebelum bercinta.

Sebelumnya, studi tentang hal semacam ini pernah dilakukan sejumlah peneliti terhadap wanita-wanita Afro-Amerika yang seringkali tidak diuntungkan dalam aspek sosio-ekonomi. Namun ternyata peneliti dari India menemukan kesamaan fenomena seks berisiko pada wanita-wanita India.

Psikiater dan psikoterapis Dr. Anjali Chhabria yang menyepakati studi ini berkomentar, "Selama 20 tahun berpraktik, saya telah menemui banyak sekali wanita yang menikmati perilaku seks berisiko. Lalu ketika Anda melihat riwayatnya lebih jauh maka Anda akan menemukan adanya pelecehan emosi dan seksual, kekerasan seksual, bahkan inses."

"Studi ini juga mengungkapkan tertutupnya masyarakat India terhadap isu seksualitas tak dapat menampik fakta bahwa kasus semacam ini seringkali terjadi diantara mereka. Nyatanya, kasus ini terjadi dimanapun di India, di dalam tingkatan sosial manapun, bahkan sangat umum terjadi pada remaja maupun wanita berusia 50-an," tambahnya.

Senada dengan Dr. Chhabria, psikiater lain, Dr. Milan Balakrishnan menambahkan bahwa mereka yang terpapar kekerasan, terutama yang mengalami pelecehan seksual di masa kecil tak hanya cenderung memperlihatkan perilaku seksual yang berisiko tinggi dan ketergantungan obat-obatan tetapi juga gangguan internal seperti rentan terkena depresi dan gangguan kecemasan.

Para korban kekerasan seksual ini juga cenderung berubah menjadi orang-orang yang suka mengambil risiko dan nekat, terutama terlihat pada perilaku seksualnya dan lebih sering menunjukkan perilaku impulsif.

Lalu apa penyebabnya? Dr. Chhabria menerangkan bahwa orang-orang yang terpapar kekerasan menjadi lebih peka terhadap kekerasan dibanding orang yang tak pernah mengalaminya sehingga toleransinya juga meningkat.

Bahkan mungkin mereka menemukan tingkat kesenangan tersendiri dan menganggap seks biasa itu membosankan sehingga secara sadar mereka malah mencari-cari kepuasan seksual dengan terlibat dalam seks berisiko sekaligus melakukan perilaku berisiko lainnya yaitu penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan.

"Lagipula meski para korban kekerasan seksual ini berupaya mengubur traumanya sedalam mungkin, mereka menganggap perilaku berisiko itu sebagai ekspresi kemarahan yang tepat. Tak heran jika mereka cenderung 'membalas dendam' pada lawan jenis dengan cara memikat perhatian mereka agar mau terlibat dalam seks berisiko," pungkas Dr. Chhabria seperti dilansir dari timesofindia, Selasa (25/9/2012).

Padahal jelas-jelas seks berisiko akan menempatkan pelakunya pada risiko terserang HIV, penyakit menular seksual dan kehamilan yang tidak diinginkan.

Monday, September 24, 2012

Kalau Tak Punya Protein Ini Artinya Pria Tidak Jantan

Jakarta, Sejumlah pria mengalami kemandulan karena spermanya gagal mengaktivasi sel telur. Kalaupun spermanya telah melebur dengan sel telur terkadang pembuahan juga tak kunjung terjadi.

Usut punya usut setelah dilakukan penelitian diduga hal itu terjadi karena sperma kekurangan protein vital yang bernama PLC-zeta (PLCz) yang sangat penting untuk memicu proses pembuahan.

Demikian hasil temuan peneliti dari Cardiff University yang digawangi Profesor Tony Lai yang memimpin studi ini bersama Profesor Karl Swann. Studi ini telah dipublikasikan secara online dalam jurnal Fertility and Sterility.

Proses pembuahan melibatkan ribuan sperma yang saling beradu untuk memperebutkan dan membuahi satu sel telur. Namun karena pola makan atau gaya hidup si pemilik sperma yang berantakan seringkali membuat spermanya menjadi lemah atau rusak dan mengakibatkan gagalnya proses pembuahan.

Protein PLC-zeta (PLCz) bertugas untuk memprakarsai sebuah proses yang disebut 'aktivasi sel telur' yang nantinya akan memicu seluruh proses biologis yang diperlukan untuk perkembangan sebuah embrio.

Dari situ peneliti mengetahui bahwa sel-sel telur yang tidak terbuahi karena PLCz yang dikirimkan sperma berada dalam keadaan rusak. Namun itu dapat diobati dengan menambahkan protein PLCz yang masih aktif untuk melakukan aktivasi sel telur.

PLCz yang rusak disinyalir banyak terjadi pada pria-pria yang mengalami kemandulan. Setelah diuji, ternyata penambahan PLCz yang masih aktif itu dapat memberikan kemampuan pada sperma untuk membuahi sel telur, bahkan meningkatkan peluang keberhasilan kehamilan.

"Jadi ketika sel telur yang tidak dibuahi itu diinjeksi dengan PLCz manusia, nyatanya sel telur dapat memberikan respons yang sama persis dengan pembuahan biasa sehingga perkembangan embrionya berhasil mencapai tahapan blastokista dan peluang kehamilannya pun menjadi tinggi," ujar Profesor Lai seperti dilansir dari zeenews, Senin (24/9/2012).

Friday, September 14, 2012

5 Perbedaan Cara Berpikir Pria dan Wanita Soal Seks

Pria dan wanita memiliki banyak perbedaan dalam hal cara berpikir, pria cenderung lebih mengutamakan logika sedangkan wanita mengutamakan perasaan. Hal ini juga berlaku terhadap hal-hal yang berhubungan sengan kehidupan seksual.

Berikut 5 perbedaan cara berpikir pria dan wanita soal seks, seperti dilansir ivillage, Jumat (14/9/12) antara lain:


1. Wanita membutuhkan hubungan emosional untuk seks, pria mendapatkan hubungan emosional setelah seks

Wanita perlu merasakan keamanan dan perasaan dicintai sebelum berhubungan seks. Sehingga wanita tidak dapat melakukan hubungan seks tanpa dilandasi rasa cinta dan hubungan emosional yang kuat.

Sebaliknya pria dapat melakukan hubungan seks tanpa harus memiliki hubungan emosional terlebih dahulu. Seks tersebut dapat menimbulkan kedekatan emosional yang kuat pada pria terhadap pasangannya.

2. Wanita tidak menginginkan seks sebelum pertengkaran selesai, pria tetap menginginkan seks meski sedang bertengkar

Wanita perlu menyelesaikan masalah hingga tuntas terlebih dahulu sebelum akhirnya melakukan seks. Ketika pertengkaran dapat diselesaikan baik-baik, wanita akan merasa lega dan lebih terbuka terhadap seks yang penuh gairah dan kasih sayang.

Akan tetapi, pria tetap dapat melakukan seks meski sedang bertengkar dengan pasangannya. Pria akan lebih bersemangat dan memiliki keinginan untuk menaklukkan pasangannya dengan cara menundukkannya secara seksual.


3. Wanita berfantasi hanya tentang pasangannya, pria dapat berfantasi dengan orang lain yang bukan pasangannya

Menurut para ahli, wanita selalu memiliki fantasi seks seputar pasangannya saja terutama berfantasi terhadap hal yang ingin didapatkannya ketika berhubungan seks. Wanita umumnya mendambakan stabilitas hubungan dan ikatan perasaan yang kuat, sehingga tidak akan memikirkan orang lain meski dalam hal fantasi seks sekalipun.

Lain halnya dengan pria, fantasi pria didominasi oleh bayangan melakukan seks bersama wanita yang dilihatnya di video porno atau bayangan melakukan threesome bersama pasangan dan orang lain.

Banyak pria menyatakan bahwa dirinya senang melakukan hubungan seks dengan wanita yang dicintainya, tetapi berfantasi melakukan seks bersama dengan dua orang sekligus atau dengan seorang wanita atraktif yang dilihatnya di video porno.


4. Keinginan seksualitas wanita mengikuti suasana romantis, seksualitas pria mengikuti tingkat hormon

Seksualitas wanita dipengaruhi oleh lingkungan dan perasaan dicintai dan dihargai. Jadi, jika pasangan menunjukkan perhatian dan kasih sayang, wanita dapat lebih bersemangat terhadap seks.

Seksualitas wanita juga lebih fleksibel daripada seksualitas pria dan inilah yang menjadi alasan mengapa gairah seks wanita tidak dapat mencapai puncaknya pada waktu tertentu dalam sehari. Tetapi, gairah seksual wanita bisa diaktifkan ketika dirinya sedang bersenang-senang dengan pasangannya setiap saat.

Berbeda dengan wanita, pria cenderung memiliki dorongan seks karena pengaruh hormonnya. Gairah seksual pria akan meningkat seiring meningkatnya kadar hormon testosteron yang mencapai puncaknya di pagi hari.


5. Pria lebih sering memikirkan tentang seks dalam sehari daripada wanita

Menurut sebuah studi, rata-rata wanita berpikir tentang seks 10 kali sehari dan memikirkan makanan sebanyak 15 kali sehari. Wanita lebih tertarik memikirkan makanan yang diinginkan ketimbang seks.

Sebaliknya, menurut penelitian baru dari Indiana University, pria berpikir tentang seks, rata-rata, 19 kali sehari. Hal ini karena secara biologis, berdasarkan pada keinginan indra terutama indra penglihatan, pria dirancang untuk seks. Pria akan mudah berpikir mengenai seks jika mendapatkan rangsangan visual yang sensual.

Sunday, September 9, 2012

Bercinta Itu Nggak Perlu Pakai Lama


Jakarta, Kebanyakan orang salah mengartikan bahwa seks yang baik adalah seks yang dapat berlangsung lama hingga berjam-jam, pada kenyataannya seks hanya perlu berlangsung selama beberapa menit saja. Kesalahpahaman tersebut justru akan membuat pasangan merasa kurang puas akan kehidupan seksualnya.

Para terapis seks dari Amerika dan Kanada mengadakan survei untuk mengetahui jumlah waktu ideal yang diperlukan seseorang untuk mendapatkan kenikmatan dari hubungan seks. Peserta survei juga diminta memberikan keterangan bagaimana seks yang diidamkan serta berapa waktu seks terlamanya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah waktu ideal dari penetrasi hingga ejakulasi adalah 7 sampai 13 menit. Sedangkan jumlah waktu sekitar 15 sampai 30 menit dirasa terlalu lama.

Sebelumnya, beberapa penelitian telah mengungkapkan bahwa fantasi seks yang diidamkan seseorang kurang lebih selama 30 menit. Tetapi berdasarkan penelitian ini, jumlah waktu hubungan seks yang ideal mungkin bergeser.

"Seseorang yang menginginkan seks berlangsung lebih lama dari 30 menit merupakan akibat dari kekecewaan diri sendiri yang dapat berakhir dengan ketidakpuasan karena tidak dapat memenuhinya," kata Eric Corty, psikolog dan penulis studi tersebut, seperti dilansir msn, Minggu (9/9/12).

Banyak orang yang merasa kurang puas dengan kehidupan seksualnya cenderung mengonsumsi obat-obatan yang dapat berakibat buruk jika digunakan oleh orang yang sebenarnya tidak memiliki masalah seksual.

Dengan diadakannya survei ini, para ahli berharap agar seseorang dapat menghilangkan fantasi-fantasi semacam itu dan berpikir lebih realistis tentang hubungan seksual untuk mencegah kekecewaan dan disfungsi seksual.

Tuesday, September 4, 2012

Pria Harus Selesaikan 'Urusannya' Agar Tak Impoten


Jakarta, Menegangnya kemaluan pria merupakan awal dari sebuah aktivitas seksual yang normalnya diakhiri dengan ejakulasi. Ada anggapan kalau proses ini tidak pernah atau jarang diselesaikan, akibatnya malah tidak bisa ereksi lagi. Benarkah?

Risiko impoten pada pria yang jarang menyelesaikan ereksi diibaratkan seperti mesin mobil. Kalau digas terus-menerus tetapi tidak dijalankan karena giginya tidak dimasukkan, lama-lama bisa kepanasan atau overheat lalu rusak dan tidak bisa digunakan lagi.

Anggapan tersebut pertama kali muncul dari hasil penelitian di tahun 2008. Penelitian yang antara lain dilakukan oleh Juha Koskimaki, MD, PhD dan dimuat dalam American Journal of Medicine tersebut melibatkan 989 pria usia 50-an, 60-an dan 70-an tahun.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa partisipan yang berhubungan seks sampai selesai alias ejakulasi kurang dari sekali tiap pekan cenderung lebih rentan mengalami impotensi. Peningkatan risikonya bahkan mencapai 200 persen atau 2 kali lipat.

Kesimpulan yang diambil dari penelitian ini adalah jika pria jarang menyelesaikan ereksinya dengan berhubungan seks, maka risiko impotensi atau disfungsi ereksi akan meningkat.

Maka itu pria disarankan untuk menyelesaikan urusan ereksinya agar terjindar dari risiko impotensi.

Mimpi basah dianggap sebagai alternatif menyelesaikan ereksi yang bisa diabaikan, karena memang tidak mungkin terjadi setiap hari.

Namun kesimpulan ini tetap diperdebatkan karena hanya memperhitungkan hubungan seks dan mimpi basah. Cara lain untuk mencapai ejakulasi yang juga banyak dilakukan, yakni masturbasi tidak diamati padahal hampir tidak mungkin tidak ada yang melakukan.

Jika diasumsikan banyak partisipan studi yang tidak berhubungan seks tetapi melakukan masturbasi, maka hasil penelitian itu menjadi tidak valid lagi. Pati ada faktor lain yang menyebabkan sebagian partisipan mengalami disfungsi ereksi, bukan semata-mata karena jarang melakukan aktivitas seksual.

"Berhubungan seks itu bagus, masturbasi juga bagus, tetapi konsep bahwa laki-laki harus selalu menyelesaikan ereksi supaya tidak impoten itu bohong," tegas Irwin Goldstein, MD, direktur kesehatan seksual di Alvarado Hospital, San Diego seperto dikutip dari WebMD, Selasa (4/9/2012).

Jadi kalau belum punya pasangan dan tidak ingin melakukan masturbasi, maka para pria tidak perlu memaksakan diri. Asal tetap rajin olahraga, makan makanan bergizi dan selalu menjaga berat badan tetap ideal maka fungsi seksual akan tetap terjaga.