Friday, August 12, 2016

Anak Selalu Mengadu ke Orang Tua Saat Ada Masalah di Sekolah, Wajarkah?


Anak Selalu Mengadu ke Orang Tua Saat Ada Masalah di Sekolah, Wajarkah?Jakarta, Setiap kali ada masalah yang dia alami di sekolahnya, anak akan mengadu pada orang tuanya. Nah, sebenarnya apakah hal ini wajar dilakukan anak?


"Ngadu ke orang tua apa yang terjadi di sekolah sebenarnya wajar. Apalagi kalau kasusnya sampai dia mendapat kekerasan dari gurunya. Pada dasarnya memang anak mesti menceritakan apa yang dia lewati sepanjang hari ya ke orang tuanya," kata psikolog anak dari TigaGenerasi, Fathya Artha Utami, MPsi, Psikolog.



Apalagi, lanjut Fathya, cukup banyak kasus kekerasan seksual yang telat diketahui karena anak 'telat' memberi tahu pada orang tua apa yang ia alami. Hanya saja, Fathya menekankan jangan sampai mengadu yang dilakukan anak dijadikan anak sebagai cara untuk mendapat pembelaan dan membuat ia manja.



Hal ini pun tak terlepas dari bagaimana reaksi orang tua ketika mendapat aduan anak. Fathya mencontohkan, misalkan anak mengadu dipukul oleh temannya lantas orang tua tak meng-kroscek lagi apa sebab anak sampai dipukul temannya, tapi kemudian orang tua justru memarahi balik teman sang anak.



"Harusnya orang tua mengkroscek dulu kenapa kok anaknya sampai bisa dipukul? Kemudian dia kroscek juga ke teman si anak. Sehingga tahu duduk permasalahannya apa," tambah lulusan Universitas Indonesia.



Seiring bertambahnya usia, ketika anak memasuki masa remaja memang kebiasaan mengadu ini bisa berkurang. Sebab, identitas anak baru mulai terbentuk dan secara natural ia lebih menjauh dari orang tuanya dan justru lebih dekat dengan teman-temannya.



"Frekuensi mereka ngadu ke ortunya bisa berkurang karena mereka sudah bisa menyelesaikan masalahnya sendiri. Tapi kembali lagi, bagaimana cara mereka menyelesaikan masalah, itu terbentuk dari apa yang diajarkan orang tuanya. Misal orang tua biasa menyelesaikan masalah dengan kekerasan, ya anak bisa pakai kekerasan untuk menyelesaikan masalahnya," papar Fathya.

Sunday, August 7, 2016

Pada Beberapa Orang, Gejala Leukemia Bisa Tak Terdeteksi


Pada Beberapa Orang, Gejala Leukemia Bisa Tak TerdeteksiJakarta, Leukemia Granulositik Kronis atau Chronic myeloid leukemia (CML) merupakan salah satu jenis kanker yang memengaruhi darah dan sumsum tulang. CML memengaruhi produksi sel darah putih atau granulosit yang menyerang sumsum tulang.

Selain itu, CML juga menganggu produksi sel darah normal dan menyebabkan sel tidak berkembang dengan baik dan tidak mampu melawan infeksi. Pada beberapa orang, CML tidak menunjukkan gejala, demikian dilansir leukemia.org.au.

Disebutkan, CML tidak menunjukkan gejala pada beberapa orang karena perkembangannya yang perlahan-lahan dan untuk mendiagnosisnya harus dengan melakukan tes darah. Nah, leukemia tanpa adanya gejala salah satunya dialami anak bernama lengkap Denoal Farici Hidayat atau akrab disapa Mario.

Saat ini, Mario tengah menjalani pengobatan di RS Kanker Dharmais dan untuk sementara, Mario beserta ayahnya, Hidayat, tinggal di rumah singgah untuk pasien kanker anak, Rumah Anyo, di Jl Anggrek Neli, Slipi, Jakarta Barat.

"Mario sendiri tidak memiliki tanda-tanda leukemia. Makannya banyak, aktif, tidak mengalami perdarahan atau mimisan, jarang lelah. Sampai dokter bertanya sama saya 'Apa Mario suka mimisan?'," cerita Hidayat saat ditemui baru-baru ini.

Setelah menjalani berbagai pemeriksaan, Mario didiagnosis leukemia. Hidayat pun bingung mengapa sang anak bisa terkena penyakit itu. Sebab, selama ini tidak ada gejala khas yang ia alami misalnya timbul benjolan atau mimisan. Namun, dengan didiagnosis lebih dini, Hidayat bersyukur karena peluang Mario untuk sembuh lebih besar.

Hidayat menambahkan, sebenarnya Mario adalah anak yang percaya diri. tapi, leukemia yang diidapnya sempat membuat Mario sedih. Tapi kini, bertemu dengan pasien kanker anak lainnya di Rumah Anyo, kepercayaan dirinya kembali bangkit karena melihat teman-teman yang lain dan Mario tidak merasa sendirian.

Terjadi perubahan juga pada Mario di mana kini ia lebih gemuk. Selain itu, efek samping kemoterapi yang membuat rambutnya rontok membuat kepala Mario akhirnya digunduli oleh sang ayah.

"Karena salah satu faktor kesembuhan penyakit kanker adalah rasa enjoy dan kesenangan. Saya pun berusaha yakin kepada Tuhan, karena Dia-lah yang memberi penyakit ini. Sekarang Mario juga sudah melakukan tes BMP (Bone Marrow Puncture), hasilnya negatif. Tapi kemoterapi tetap harus dilakukan sampai tuntas. Awal tahun ini, Mario baru menjalani kemo pertamanya," papar Hidayat.

Terkait kanker pada anak, dengan tujuan mengurangi kanker mata atau retinoblastoma pada anak-anak, Yayasan Anyo Indonesia (YAI) bersama minimarket Indomaret bekerja sama mengumpulkan dana dalam gerakan 1.000 Ophthalmoscope.

Donasi sendiri berasal dari kembalian yang ikhlas diberikan konsumen Indomaret. Total donasi yang dikumpulkan selama 2,5 bulan mencapai Rp 934.302.172. Dana itu digunakan untuk menyebar ophthalmoscope dan buku 'Waspada & Kenali Kanker Pada Anak Sejak Dini' di seluruh Indonesia.