Kualitas dan kuantitas sperma merupakan faktor penting bila seorang pria
ingin memiliki momongan. Berbagai masalah seputar sperma bisa membuat
pria kesulitan menghamili pasangan, bahkan membuatnya infertil alias
mandul.
Berikut berbagai masalah yang bisa menyerang sperma :
1. Azoospermia
Azoospermia didefinisikan sebagai kondisi di mana tidak adanya
sperma dalam air mani saat pria ejakulasi. Hal ini terjadi pada 5 persen
dari pria infertil dan menjadi penyebab susahnya pasangan suami istri
mendapatkan keturunan.
Kondisi ini bisa disebabkan oleh berbagai
kondisi medis yang berpengaruh pada produksi sperma, juga adanya
penyumbatan pada organ yang berperan dalam produksi sperma.
2. Hipospermia
Hipospermia merupakan kondisi di mana volume air mani atau cairan
sperma yang diejakulasikan kurang dari jumlah normal, yaitu sekitar 1
sendok teh (2-5 ml) setiap ejakulasi. Karena jumlah yang tidak memadai
untuk membawa cairan sperma kontak dengan leher rahim, kondisi ini dapat
menyebabkan masalah kesuburan.
"Istilah hipospermia berkaitan
dengan volume cairan sperma, normalnya sekitar 1 sendok teh (2-5 ml)
setiap ejakulasi," jelas dr Andri Wanananda MS, seksolog dari Fakultas
Kedokteran Universitas Tarumanegara Jakarta.
Sesekali produksi
air mani rendah mungkin normal. Namun, jika volumenya tetap rendah, dan
jika Anda dan pasangan mengalami masalah kesuburan, diperlukan
pengobatan yang dapat membantu dalam memperbaiki masalah tersebut.
Berikut beberapa penyebab hipospermia:
1. Sumbatan dalam vesikula seminalis atau saluran ejakulasi, kadang-kadang karena varikokel (varises vena), atau kista.
2. Retrograde ejaculation, terjadi ketika air mani memasuki kandung kemih selama orgasme, bukan muncul dari ujung penis.
3. Infeksi tertentu
4. Kelainan hormonal
3. Teratozoospermia
Teratozoospermia artinya morfologi (bentuk) sperma banyak yang
abnormal. Pada penderita teratozoospermia bentuk sperma yang abnormal
lebih dari 30 persen.
Sementara sperma masih dianggap normal bila
yang abnormal hanya 30 persen. Bentuk sperma yang normal memiliki
kepala dan ekor, sedangkan yang abnormal memiliki dua kepala atau dua
ekor.
"Penyebab teratozoospermia pada umumnya infeksi pada testis (buah zakar) atau pada saluran reproduksi," jelas dr Andri.
Salah
satu faktor untuk mendapatkan keturunan adalah sperma yang harus sehat.
Laki-laki yang sehat akan memproduksi 70-150 juta sperma per hari.
Sperma ini terdapat dalam air mani yang mana rata-rata volume air mani
normal yang dihasilkan pada ejakulasi adalah 2-5 ml (setengah sampai 1
sendok makan ukuran Inggris).
4. Oligospermia
Jumlah sperma yang rendah berarti cairan (air mani) yang
diejakulasikan selama orgasme berisi sperma lebih sedikit dari biasanya.
Jumlah sperma rendah juga disebut oligospermia, sedangkan air mani yang
tak memiliki sperma sama sekali disebuh azoospermia. Sperma dianggap
lebih rendah dari normal jika jumlahnya kurang dari 15 juta sperma per
mililiter air mani.
Memiliki jumlah sperma rendah mengurangi
kemungkinan salah satu sperma untuk membuahi sel telur pasangan agar
terjadi kehamilan. Meskipun demikian, banyak pria yang memiliki jumlah
sperma rendah masih mampu menjadi seorang ayah.
Faktor risiko
oligospermia antara lain kebiasaan merokok, minum alkohol, obat-obatan
terlarang, berbadan gemuk atau obesitas, infeksi tertentu di masa lalu
atau sekarang, racun tertentu, overheat testis, vasektomi, pria yang
terlahir dengan gangguan kesuburan atau memiliki hubungan darah dengan
gangguan kesuburan, memiliki kondisi medis tertentu, termasuk tumor dan
penyakit kronis, menjalani pengobatan kanker, seperti operasi atau
radiasi, mengonsumsi obat-obatan tertentu, melakukan kegiatan
berkepanjangan, seperti bersepeda atau menunggang kuda, terutama bila
pedal keras.
5. Sperma encer
"Cairan sperma yang tampak encer secara kasat mata, belum bisa
dijadikan patokan penentu fertilitas (kesuburan) pria," jelas dr Andri.
dr
Andri menegaskan air mani encer tidak dapat ditentukan secara kasat
mata. Harus dipastikan dengan analisa laboratorium untuk menentukan
densitas (lebih dari 20.000/ml), motilitas (lebih dari 50 persen sel
jantan masih gerak dalam 4 jam), sel jantan abnormal harus kurang dari
40 persen, dan volume cairan sperma lebih dari 2 ml tiap ejakulasi.
"Faktor-faktor tersebut adalah tolok ukur untuk menentukan kesuburan pria," lanjutnya.
Tapi
menurut dr Andri, ciri air mani yang sehat antara lain ketika
ejakulasi, air mani membentuk cairan yang lengket seperti jelly. Jika
terlalu encer dapat menyebabkan masalah kesuburan.
Weblink yang berisi kumpulan" artikel hasil pemikiran sendiri dan dari sumber" yang ada, mudah-mudahan bisa diterima dan disukai oleh para pembaca ... Ok Thx
Thursday, April 24, 2014
Monday, April 14, 2014
Dari Benda-benda Kuno, Para Remaja Belajar Pendidikan Seks
Barang-barang kuno bukan sekadar saksi sejarah. Namun dari barang-barang
bisa diambil aneka pelajaran. Salah satu hal yang bisa dilakukan
sembari menatap dan mengamati benda-benda kuno adalah mendiskusikan
topik tentang seks. Bagaimana caranya?
Seksualitas tidak selalu tentang segala hal yang berhubungan dengan erotisme. Sebab ada pendidikan tentang seksualitas yang memberikan pemahaman pada para generasi muda agar tidak sembarangan melakukan hubungan seks, lantaran ada berbagai bahaya kesehatan dan risiko lain yang mengintai.
Falkultas Seni dan Sejarah University of Exeter-lah yang memberikan pendidikan seks kepada para remaja melalui artefak kuno. Menggunakan sabuk kesucian dan jimat Romawi yang tersimpan di museum, para remaja diberikan pendidikan seks. Remaja yang mendapatkan pendidikan seks ini adalah yang berusia 14 hingga 19 tahun.
Mulanya pendidikan seks dengan menggunakan artefak kuno dikembangkan oleh sekelompok siswa dari Exeter College. Mereka menggunakan objek kuno sebagai ilustrasi untuk mengeksplorasi hal-hal seputar seksualitas. Para akademisi mendukung kegiatan ini dan menganggap kegiatan tersebut merupakan 'lingkungan yang aman' bagi para anak muda untuk membahas hal-hal seputar seksualitas yang memang telah ada sejak zaman dulu.
Dari artefak kuno yang memberikan gambaran terkait kegiatan seks, para remaja akan mendapat pemahaman bahwa ada perubahan terkait praktik seksual sepanjang sejarah. Hal-hal semacam itu bisa memberikan peluang kepada para remaja untuk menyampaikan pandangan dan perhatian mereka terkait seksualitas.
Agar remaja yang terlibat dalam diskusi tidak salah kaprah dalam memahami seksualitas, profesor sejarah dari Exeter, Kate Fisher, bergabung dalam diskusi tersebut. Pengamat seni pun turut dilibatkan. "Artefak dari budaya kuno mampu menjadi stimulus, namun sekaligus juga memberi jarak yang aman bagi para remaja untuk mendiskusikan subjek yang sensitif tanpa rasa malu," papar Prof Fisher seperti dikutip dari BBC, Minggu (13/4/2014).
'Jarak yang aman' itu diperoleh karena sebenarnya para remaja juga membicarakan sejarah. Dengan demikian pendidikan seks yang didapat tidak menjadikan diri mereka sendiri sebagai sorotan, melainkan melihat budaya secara lebih luas.
Pengamat seni yang juga ikut dalam kelompok diskusi, Dr Rebecca Langlands, meyakini bahwa suatu benda merupakan katalis yang sempurna sebagai bahan diskusi. Dengan adanya benda yang dijadikan objek pembicaraan, maka akan lebih mudah memulai diskusi tentang topik yang masih dianggap tabu oleh sebagian orang.
"Secara tradisional, pendidikan seks bisa menjadi pembicaraan yang tidak nyaman baik bagi guru maupun murid. Ditambah lagi di internet ada hal-hal terkait pornografi yang sangat mudah sekali ditemukan, pendidikan seks menjadi tantangan tersendiri," terang Langlands.
Sebenarnya, sambung dia, para remaja sering kali telah menyadari adanya berbaga fakta terkait alat reproduksinya, penyakit menular, ataupun kontrasepsi. Sayangnya, mereka tidak punya cukup kesempatan untuk mendiskusikan isu-isu sosial secara lebih luas terkait citra tubuh, cinta, maupun keintiman. Alhasil banyak remaja yang mencoba mencari tahu sendiri tanpa bimbingan orang dewasa yang lebih memahami tentang seksualitas.
Kegiatan ini juga disambut baik pengajar Etika di Exeter College, Laura Kerslake. Menurutnya suatu benda bisa membantu banyak orang untuk belajar, berbicara, dan mendengar. Pendekatan semacam ini akan mengurangi rasa malu saat membicarakan organ reproduksinya sendiri. "Ini juga cara yang baik untuk membantu guru yang kemungkinan menghadapi 'kebisuan' saat mengajar pendidikan seks," ujarnya.
Artefak-artefak itu berasal dari Wellcome Collection yang dikumpulkan dari seluruh dunia oleh Sir Henry Wellcome pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Benda-benda yang dipamerkan memang berhubungan seksualitas manusia, misalnya saja lukisan erotis di kaca yang berasal dari China dan boneka kesuburan dari Afrika. Benda-benda itu dipamerkan di Museum Memorial Royal Albert dan Galeri Seni di Exeter pada awal April ini.
Wellcome Collection merupakan museum di London yang menampilkan berbagai artefak dari dunia medis dan karya seni. Sehingga museum ini menjadi semacam tempat percampuran barang-barang yang berhubungan dengan obat-obatan, kehidupan, dan seni.
Seksualitas tidak selalu tentang segala hal yang berhubungan dengan erotisme. Sebab ada pendidikan tentang seksualitas yang memberikan pemahaman pada para generasi muda agar tidak sembarangan melakukan hubungan seks, lantaran ada berbagai bahaya kesehatan dan risiko lain yang mengintai.
Falkultas Seni dan Sejarah University of Exeter-lah yang memberikan pendidikan seks kepada para remaja melalui artefak kuno. Menggunakan sabuk kesucian dan jimat Romawi yang tersimpan di museum, para remaja diberikan pendidikan seks. Remaja yang mendapatkan pendidikan seks ini adalah yang berusia 14 hingga 19 tahun.
Mulanya pendidikan seks dengan menggunakan artefak kuno dikembangkan oleh sekelompok siswa dari Exeter College. Mereka menggunakan objek kuno sebagai ilustrasi untuk mengeksplorasi hal-hal seputar seksualitas. Para akademisi mendukung kegiatan ini dan menganggap kegiatan tersebut merupakan 'lingkungan yang aman' bagi para anak muda untuk membahas hal-hal seputar seksualitas yang memang telah ada sejak zaman dulu.
Dari artefak kuno yang memberikan gambaran terkait kegiatan seks, para remaja akan mendapat pemahaman bahwa ada perubahan terkait praktik seksual sepanjang sejarah. Hal-hal semacam itu bisa memberikan peluang kepada para remaja untuk menyampaikan pandangan dan perhatian mereka terkait seksualitas.
Agar remaja yang terlibat dalam diskusi tidak salah kaprah dalam memahami seksualitas, profesor sejarah dari Exeter, Kate Fisher, bergabung dalam diskusi tersebut. Pengamat seni pun turut dilibatkan. "Artefak dari budaya kuno mampu menjadi stimulus, namun sekaligus juga memberi jarak yang aman bagi para remaja untuk mendiskusikan subjek yang sensitif tanpa rasa malu," papar Prof Fisher seperti dikutip dari BBC, Minggu (13/4/2014).
'Jarak yang aman' itu diperoleh karena sebenarnya para remaja juga membicarakan sejarah. Dengan demikian pendidikan seks yang didapat tidak menjadikan diri mereka sendiri sebagai sorotan, melainkan melihat budaya secara lebih luas.
Pengamat seni yang juga ikut dalam kelompok diskusi, Dr Rebecca Langlands, meyakini bahwa suatu benda merupakan katalis yang sempurna sebagai bahan diskusi. Dengan adanya benda yang dijadikan objek pembicaraan, maka akan lebih mudah memulai diskusi tentang topik yang masih dianggap tabu oleh sebagian orang.
"Secara tradisional, pendidikan seks bisa menjadi pembicaraan yang tidak nyaman baik bagi guru maupun murid. Ditambah lagi di internet ada hal-hal terkait pornografi yang sangat mudah sekali ditemukan, pendidikan seks menjadi tantangan tersendiri," terang Langlands.
Sebenarnya, sambung dia, para remaja sering kali telah menyadari adanya berbaga fakta terkait alat reproduksinya, penyakit menular, ataupun kontrasepsi. Sayangnya, mereka tidak punya cukup kesempatan untuk mendiskusikan isu-isu sosial secara lebih luas terkait citra tubuh, cinta, maupun keintiman. Alhasil banyak remaja yang mencoba mencari tahu sendiri tanpa bimbingan orang dewasa yang lebih memahami tentang seksualitas.
Kegiatan ini juga disambut baik pengajar Etika di Exeter College, Laura Kerslake. Menurutnya suatu benda bisa membantu banyak orang untuk belajar, berbicara, dan mendengar. Pendekatan semacam ini akan mengurangi rasa malu saat membicarakan organ reproduksinya sendiri. "Ini juga cara yang baik untuk membantu guru yang kemungkinan menghadapi 'kebisuan' saat mengajar pendidikan seks," ujarnya.
Artefak-artefak itu berasal dari Wellcome Collection yang dikumpulkan dari seluruh dunia oleh Sir Henry Wellcome pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Benda-benda yang dipamerkan memang berhubungan seksualitas manusia, misalnya saja lukisan erotis di kaca yang berasal dari China dan boneka kesuburan dari Afrika. Benda-benda itu dipamerkan di Museum Memorial Royal Albert dan Galeri Seni di Exeter pada awal April ini.
Wellcome Collection merupakan museum di London yang menampilkan berbagai artefak dari dunia medis dan karya seni. Sehingga museum ini menjadi semacam tempat percampuran barang-barang yang berhubungan dengan obat-obatan, kehidupan, dan seni.
Wednesday, April 9, 2014
Posisi Bercinta Bisa Tentukan Jenis Kelamin Bayi
Ada banyak cara yang dipercaya dapat menentukan jenis kelamin bayi yang
bakal dikandung, termasuk posisi saat bercinta. Benarkah demikian?
"Hingga saat ini posisi-posisi hubungan seksual tidak bisa menentukan jenis kelamin bayi yang didambakan oleh pasangan suami istri," tegas dr Andri Wanananda, MS, seksolog dari Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanegara, kepada detikHealth, Selasa (8/4/2014).
dr Andri menjelaskan, sel jantan (spermatozoa) mengandung kromosom (cikal bakal jenis kelamin) X dan Y, sedangkan sel betina (ovum) mengandung kromosom X saja.
Bila sperma bersatu dengan ovum akan terjadi 2 kemungkinan, ovum dibuahi oleh sperma yang mengandung kromosom Y, yang akan terbentuk bayi laki-laki. Bila ovum dibuahi oleh sperma yang mengandung kromosom X, akan terbentuk bayi perempuan. Jelasnya, kemungkinan terjadi bayi laki-laki atau perempuan adalah 50/50.
"Kemajuan ilmu kedokteran biomolekuler akan menentukan teknologi penentuan jenis kelamin bayi yang diinginkan oleh pasangan suami istri di masa depan," tambah dr Andri.
Tapi menurut dr Andri, memang ada beberapa penelitian yang belum bisa dibuktikan secara ilmiah. Misalnya, jika ingin mendapatkan anak perempuan dikatakan melakukan sanggama 2-3 hari sebelum masa subur dan memilih posisi misionaris (posisi konservatif perempuan di bawah, pria di atas). Posisi ini diyakini menciptakan penetrasi dangkal yang membuat kromosom Y tidak bisa mencapai sel telur. Sedangkan sanggama mendekati masa subur dipercaya bisa mendapatkan anak laki-laki.
Pilihan posisi penetrasi dari belakang diyakini sebagai cara penetrasi yang dalam yang membuat kromosom Y bisa cepat menuju sel telur dibanding kromosom X.
"Tapi cara-cara seperti ini belum terbukti secara ilmiah," tutup dr Andri.
"Hingga saat ini posisi-posisi hubungan seksual tidak bisa menentukan jenis kelamin bayi yang didambakan oleh pasangan suami istri," tegas dr Andri Wanananda, MS, seksolog dari Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanegara, kepada detikHealth, Selasa (8/4/2014).
dr Andri menjelaskan, sel jantan (spermatozoa) mengandung kromosom (cikal bakal jenis kelamin) X dan Y, sedangkan sel betina (ovum) mengandung kromosom X saja.
Bila sperma bersatu dengan ovum akan terjadi 2 kemungkinan, ovum dibuahi oleh sperma yang mengandung kromosom Y, yang akan terbentuk bayi laki-laki. Bila ovum dibuahi oleh sperma yang mengandung kromosom X, akan terbentuk bayi perempuan. Jelasnya, kemungkinan terjadi bayi laki-laki atau perempuan adalah 50/50.
"Kemajuan ilmu kedokteran biomolekuler akan menentukan teknologi penentuan jenis kelamin bayi yang diinginkan oleh pasangan suami istri di masa depan," tambah dr Andri.
Tapi menurut dr Andri, memang ada beberapa penelitian yang belum bisa dibuktikan secara ilmiah. Misalnya, jika ingin mendapatkan anak perempuan dikatakan melakukan sanggama 2-3 hari sebelum masa subur dan memilih posisi misionaris (posisi konservatif perempuan di bawah, pria di atas). Posisi ini diyakini menciptakan penetrasi dangkal yang membuat kromosom Y tidak bisa mencapai sel telur. Sedangkan sanggama mendekati masa subur dipercaya bisa mendapatkan anak laki-laki.
Pilihan posisi penetrasi dari belakang diyakini sebagai cara penetrasi yang dalam yang membuat kromosom Y bisa cepat menuju sel telur dibanding kromosom X.
"Tapi cara-cara seperti ini belum terbukti secara ilmiah," tutup dr Andri.
Subscribe to:
Posts (Atom)