Thursday, May 19, 2016

Mau Punya Tulang Kuat? Menurut Studi, Ini Jenis Olahraga yang Bisa Dipilih


Mau Punya Tulang Kuat? Menurut Studi, Ini Jenis Olahraga yang Bisa DipilihJakarta, Selain memperbanyak konsumsi kalsium, ada beberapa jenis olahraga yang bisa Anda lakukan agar tulang tetap kuat dan sehat. Apa saja?

Menurut National Institutes of Health, tulang biasanya akan terus bertambah padat sampai usia Anda mencapai sekitar 30 tahun. Setelah itu, massa tulang akan mulai berkurang seiring pertambahan usia. Sampai akhirnya tulang menjadi semakin rentan mengalami pengeroposan.

Namun ilmuwan dari University of Missouri mengungkapkan bahwa pengeroposan tersebut bisa dikurangi risikonya dengan jenis olahraga tertentu. Beberapa di antaranya adalah berlari dan latihan angkat beban.

Mereka melakukan studi untuk mempelajari kepadatan tulang dengan melibatkan pria berusia 30-65 tahun. Ditemukan bahwa pria yang rutin melakukan olahraga dengan tersebut sepanjang hidup, memiliki kepadatan yang lebih tinggi, dibandingkan dengan mereka yang kurang aktif secara fisik.

"Alasannya, tulang pada dasarnya terus memadatkan diri mereka sendiri. Ketika Anda melakukan latihan fisik seperti berlari dan melompat, tulang beradaptasi dan menjadi lebih kuat," ujar Pamela Hinton, PhD dari University of Missouri, seperti dikutip dari Men's Health, Kamis (19/5/2016).

Latihan angkat beban menurut Hinton juga dapat membantu memadatkan tulang. Ini karena ketika otot berkontraksi saat mengangkat beban, beban pada tulang benar-benar dilatih agar lebih kuat. 

"Sel-sel tulang merespons dengan mengirim sinyal untuk membangun lebih banyak zat pembangun tulang. Nah, Anda dapat memperlambat hilangnya massa tulang yang terjadi seiring penuaan dengan latihan-latihan tersebut," imbuh Hinton. 

Tak perlu latihan terlalu banyak alias berlebihan untuk melatih tulang beradaptasi. Cukup lompat tali 50 kali, berlari 100 langkah, latihan beban dengan tingkat moderat, atau bermain baskert 2-3 kali per pekan. "Jangan lupa, tetap konsultasikan jenis latihan yang tepat ke dokter terlebih dahulu agar tak cedera," pesannya.

Thursday, May 12, 2016

Kurang Tidur Efeknya Seperti Mabuk Alkohol


Kurang Tidur Efeknya Seperti Mabuk AlkoholJakarta, Riset terbaru mengungkap pola tidur penduduk dunia cenderung makin singkat. Bahkan hanya tinggal penduduk di beberapa negara saja yang pola tidurnya lebih dari 6 jam seperti Singapura, Jepang, dan Belanda.

Fakta ini terungkap setelah Prof Daniel Forger dan Olivia Walch dari University of Michigan melakukan pengamatan tentang pola tidur orang sedunia bermodalkan data dari sebuah aplikasi anti-jet lag bernama Etrain.
 
Namun ada fakta penting lain yang belum terungkap dari studi ini. Menurut Walch, kurang tidur akan membuat seseorang berada dalam kondisi seperti sedang mabuk alkohol.

Menurutnya, banyak orang yang menyepelekan pentingnya tidur selama 7-8 jam. Bahkan ia menambahkan, kalaupun seseorang bisa tidur enam jam dalam semalam, itu tidak cukup untuk membuatnya bisa beraktivitas dengan normal keesokan harinya.

"Kurang tidur hanya dalam beberapa hari saja sudah bisa membuat Anda mabuk," kata Walch seperti dilaporkan The Sun.

Di waktu yang bersamaan, yang bersangkutan mengira telah melakukan pekerjaan dengan baik. "Padahal sebenarnya performanya drop, namun persepsi terhadap performa tersebut tidak berubah," imbuhnya.



Untungnya, Forger dan Walch menemukan satu faktor yang dapat membantu meningkatkan kualitas tidur, yakni menghabiskan waktu dengan berkegiatan di luar rumah atau outdoor.

Sebab pengguna aplikasi yang mendapatkan paparan sinar matahari setiap harinya cenderung tidur lebih pagi dan memiliki durasi tidur lebih panjang ketimbang yang lebih banyak berada di ruangan atau hanya terpapar cahaya buatan.

Di tahun 2014, peneliti dari Stanford School of Medicine menemukan kurang tidur atau terlalu lama tidur juga dapat menyebabkan seseorang merasa linglung ketika terbangun atau kemudian disebut dengan 'confusional arousal'.

"Ini beda lho dengan rasa kantuk yang dialami orang-orang ketika bangun tidur. Masalahnya orang yang ngantuk biasa umumnya masih ingat dengan apa yang terjadi sebelum tidur. Tapi orang yang mengalami 'mabuk tidur' tidur tadi tak sadar sama sekali. Membuat mereka sadar 100 persen juga susah setengah mati," kata pakar tidur dari Lenox Hill Hospital, New York, Dr Alan Manevitz yang tidak terlibat dalam studi ini.

Sunday, May 8, 2016

Mood Gampang Berubah Gara-gara Gigi Sensitif


Cerita Carissa Putri, Mood Gampang Berubah Gara-gara Gigi SensitifJakarta, Masalah gigi sensitif memang cukup mengganggu aktivitas sehari-hari. Hal itu pula yang dirasakan artis cantik Carrisa Putri. 


"Itu hal yang sangat menggangu karena lumayan sering ngilu kalau gigi sensitif. Aku pernah lagi makan malam dengan klien, tiba-tiba gigi ngilu kan bikin mood jadi berubah," kata Carrisa di sela-sela acara 'Sensodyne Sensociety Winter Meets Summer Festival' di Gandaria City, Jakarta Selatan, Sabtu (7/5/2016).



Tapi, Carissa mengaku saat itu walaupun telah merasakan gigi ngilu dirinya tidak terlalu memusingkan hal itu. Pemain film 'Ayat-ayat Cinta' ini menganggap bahwa kondisi tersebut hanya hal sepele dan tidak memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.



"Aku itu awalnya menyepelekan banget si gigi sensitif ini karena memang nggak berkepanjangan. Tapi itu, nggak hilang-hilang dan mengganggu banget bikin mood nggak enak dan akhirnya aku cek ke dokter deh," cerita Carrisa.



Setelah melakukan pemeriksaan, dokter akhirnya menyarankan untuk mencari akar pemasalahan dari gigi sensitif yang dimiliki Carissa. Setelah menemukan masalahnya, masalah gigi ngilu yang dialami oleh Carrisa dapat teratasi.



Gigi sensitif umumnya disebabkan karena terkikisnya lapisan email atau karena terpaparnya akar gigi. Gigi menjadi sensitif ketika gusi terbuka sehingga dentin atau lapisan di bawah gigi terpapar berbagai rangsangan yang pada akhirnya menyebabkan rasa ngilu.



Gigi sensitif biasanya disebabkan beberapa hal. Di antaranya menyikat gigi telalu keras, kebiasaan menggeretakkan gigi, dan adanya gangguan pada gusi. Selain itu, kondisi gusi yang cenderung menurun juga bisa menyebabkan gigi menjadi sensitif. 

Wednesday, May 4, 2016

'Mencetak' Anak Cerdas Itu Bukan dengan Buru-buru Mengajarkan Calistung


Mencetak Anak Cerdas Itu Bukan dengan Buru-buru Mengajarkan CalistungJakarta, Orang tua terkadang merasa bangga jika anaknya yang masih berusia balita ataupun batita sudah bersekolah. Kebanggaan makin membuncah ketika si balita sibuk belajar membaca dan berhitung (calistung). Nah, apakah buru-buru menyekolahkan anak sehingga anak lebih cepat belajar calistung merupakan langkah tepat 'mencetak' anak yang cerdas?

"Kalau perkembangannya normal, mungkin tidak berpengaruh negatif. Tetapi, kalau ada keterlambatan dan terus dipaksakan saat umur 4 atau 5 tahun jelas berpengaruh negatif pada anak," kata Dr dr Ahmad Suryawan SpA(K) dari RSUD Soetomo Surabaya.

Kegiatan membaca, menulis dan menghitung pada anak usia 6 tahun harus diberikan secara selektif dan tidak bisa diberikan kepada semua anak. Sehingga, cara tersebut tidak menjadi alat evaluasi kemajuan anak yang berumur di bawah 6 tahun. 

"Secara umum, kegiatan membaca, menulis dan menghitung dilakukan pada anak usia 6 tahun ke atas. Untuk 6 tahun ke bawah diajarkan untuk membina perilaku dan lingkungan mereka seperti di Jepang," lanjut dokter yang akrab disapa dr Wawan saat berbincang dengang detikHealth beberapa waktu lalu.

Sebenarnya tidak apa-apa memasukkan anak ke sekolah sejak dini. Tapi perlu dilihat juga, apa yang diajarkan pada anak. Ini untuk memastikan anak-anak tidak 'dipaksa' belajar membaca, menulis dan berhitung sebelum usianya.

Di Jepang, anak-anak prasekolah dan taman kanak-kanak (TK) memang tidak diajarkan untuk menulis, membaca ataupun menghitung. Namun, mereka lebih diajarkan untuk membina hubungan dengan orang lain serta lingkungan sekitarnya.

"Sudah jelas, cara itu menjadi brand development yang yang benar karena masa itu masa di mana dia bukan mengerjakan sesuatu rumit yang dilakukan usia 6 tahun ke atas. Untuk struktur otaknya juga belum sampai ke situ," tutur dr Wawan. 

dr Wawan menyayangkan jika ada TK ataupun pendidikan anak usia dini (PAUD) yang sudah mengajarkan baca tulis dan hitung pada anak-anak. dr Wawan juga menyayangkan beberapa sekolah dasar (SD) yang memberi persyaratan pada calon siswanya untuk sudah bisa membaca dan menulis. Inilah yang kemudian memunculkan TK ataupun PAUD yang mengajarkan baca tulis hitung.

Kendati demikian, menurut dr Wawan, saat ini mulai bermunculan prasekolah dan TK yang lebih mengajarkan cara membina hubungan dengan orang lain dan lingkungan. Karena itu, sebelum memasukkan anak ke sekolah, carilah informasi sebanyak-banyaknya terkait kurikulum dan materi ajarnya.