Konsumsi junk food atau makanan sampah tidak hanya berdampak pada risiko
kegemukan serta gangguan jantung dan pembuluh darah. Penelitian terbaru
menunjukkan konsumsi junk food juga merusak hati, seperti halnya
penyakit hepatitis.
Seperti dalam salah satu tayangan TV Inggris
yang berjudul The Doctors, konsumsi junk food secara rutin
disebutkan-sebut mampu memicu perubahan yang signifikan pada hati. Dalam
waktu sebulan saja, kerusakannya bisa menyamai kerusakan akibat sakit
hepatitis atau radang hati.
Dari berbagai jenis junk food, french fries dikatakan paling bahaya bagi hati karena berbagai bahan tambahan yang dikandungnya."Kita
tahu bahwa mereka (penjual junk food) menambahkan garam, memasaknya
dengan lemak, tapi mereka juga menambahkan gula. Kenapa gula? Karena itu
membuatnya makin crispy," Dr Drew Ordon dalam tayangan tersebut seperti
dikutip dari Daily Mail, Senin (18/2/2013).
"Jumlah lemak dan lemak jenuh telah memicu kondisi yang disebut perlemakan hati," tambah Dr Ordon.
Dr
Ordon mengatakan, efek dari perubahan pada hati tersebut serupa dengan
efek kerusakan pada penyakit hepatitis. Kedua kondisi ini sama-sama bisa
memicu kegagalan fungsi hati.
Bahkan memesan salad sekalipun
tidak akan mampu mengimbangi efek tersebut, sehingga tetap disarankan
untuk tidak berlebihan makan junk food. Apalagi menurut Dr Orodon, salad
atau apapun yang diklaim fresh dan sehat oleh restoran cepat saji
biasanya tidak benar-benar sehat.
"Beberapa tempat menambahkan
propilen glikol dalam salad, yang fungsinya sebagai anti-freeze
(antipembekuan), dan dalam hal ini untuk mencegah agar sayuran tidak
layu. Dan meskipun mereka mengatakan sedikit saja anti-freeze tidak akan
membuat anda sakit, jelas pilihannya anda tidak ingin mengonsumnsi
anti-freeze," kata Dr Ordon.
Di Amerika Serikat, diperkirakan ada 160.000 restoran cepat saji yang melayani sekitar 50 juta pelanggan setiap hari.
Jangan lupa menyiapkan sarapan yang bergizi untuk anak Anda pagi ini!
Kebiasaan sarapan anak diketahui berhubungan dengan kecerdasannya dan
anak yang melewatkan sarapan cenderung memiliki IQ yang rendah.
"Masa
kanak-kanak adalah masa kritis seseorang di mana diet dan gaya hidupnya
dapat berimplikasi langsung terhadap kesehatan dan kualitas hidup
jangka panjang," kata Jianghong Liu, seorang peneliti dari University of
Pennsylvania School of Nursing.
Tampaknya kebiasaan sarapan anak
juga berkaitan erat dengan kualitas hidupnya kelak. Menurut penelitian
yang dipimpin oleh Liu, kebiasaan sarapan anak berhubungan dengan IQ.
Para
peneliti menganalisis data dari 1.269 anak berusia 6 tahun yang
terlibat dalam studi China Jintan Child Cohort Study, terhadap kaitan
antara kebiasaan sarapannya dengan kemampuan intelektualnya. Penelitian
tersebut juga telah memperhitungkan faktor risiko untuk IQ rendah
lainnya.
Hasilnya diketahui bahwa anak-anak yang secara teratur
melewatkan sarapan memiliki skor IQ totalnya lebih rendah hingga sebesar
4,6 poin dibandingkan anak-anak yang rutin sarapan. Skor IQ kinerja
antara anak-anak yang melewatkan sarapan adalah 2,50 poin lebih rendah,
dan skor IQ verbalnya 5,58 poin lebih rendah.
Peneliti percaya
bahwa sarapan sangat penting bagi anak-anak, yang otaknya masih akan
melalui perkembangan kognitif. Otak akan lapar energi ketika bangun di
pagi hari, karena semalaman perut tidak diisi makanan ketika tidur.
Sarapan
dapat memasok bahan bakar penghasil energi yang dibutuhkan oleh otak.
Selain itu, para peneliti menyarankan bahwa interaksi sosial yang anak
terima dari makan sarapan bersama keluarga dapat mempromosikan
perkembangan otak.
Mendengar percakapan orangtua yang positif
secara teratur ketika sarapan dapat membantu anak-anak mengembangkan
kosakatanya, belajar tentang pengetahuan umum, dan dapat berlatih
memahami alur pembicaraan atau cerita.
"Sarapan yang teratur
dengan makanan yang bergizi dapat meningkatkan IQ yang berpengaruh
terhadap kesehatan fisik, mental serta kualitas hidup jangka panjang,"
jelas Liu, seperti dilansir Naturalnews, Jumat (15/2/2013).
Sarapan
juga memiliki manfaat lain seperti mencegah kegemukan. Studi tahun 2012
menemukan bahwa anak yang melewatkan sarapan cenderung lebih gemuk
karena lebih mungkin untuk mengonsumsi terlalu banyak makanan berkalori
tinggi dan minuman ringan bergula saat makan siang di sekolah.
Siapa tak kenal Batman, sosok superhero berwujud manusia kelelawar?
Selain Batman, kelelawar juga identik dengan drakula, monster penghisap
darah. Ternyata hewan ini memang bisa dikategorikan sebagai makhluk
berbahaya. Ada 60 lebih virus di dalamnya yang bisa menginfeksi manusia.
Beberapa
virus dari hewan bisa melompat ke manusia dan menyebabkan penyakit.
Sebelumnya, tikus dianggap sebagai hewan yang paling berbahaya karena
pernah memicu wabah pes yang melenyapkan separuh populasi Eropa di abad
pertengahan. Namun hasil penelitian menemukan kelelawar lebih berbahaya."Sepertinya
ada sesuatu yang berbeda mengenai kelelawar dalam hal kemampuannya
menjadi inang infeksi zoonosis (penyakit manusia yang ditularkan dari
hewan)," kata peneliti, David Hayman, ahli epidemiologi satwa liar dari
Colorado State University (CSU) seperti dilansir LiveScience, Jumat (8/2/2013).
Para
peneliti membandingkan kemampuan tikus dan kelelawar dalam hal menjadi
inang berbagai jenis virus. Caranya dengan menganalisa data semua virus
yang diidentifikasi berasal dalam hewan. Peneliti menemukan ada 179
virus yang bisa menghuni tikus, sebanyak 68 di antaranya bisa ditularkan
ke manusia.
Pada kelelawar, ada 137 virus yang bisa menghuni dan
61 di antaranya bisa ditularkan ke manusia. Walau lebih sedikit, namun
jika dihitung rata-rata per spesies, kelelawar lebih banyak dihuni
virus. Satu kelelawar rata-rata dihuni 1,79 virus yang bisa menyerang
manusia, sedangkan pada tikus hanya 1,48 virus.
Penelitian yang
dimuat jurnal Proceeding of Royal Society B ini juga menemukan kelelawar
lebih banyak berbagi virus ketimbang tikus. Satu virus rata-rata
menginfeksi 4,51 spesies kelelawar, sementara satu virus tikus
menginfeksi rata-rata 2,76 spesies tikus. Penyebabnya karena kelelawar
tinggal amat berdekatan dengan jutaan kelelawar lain.
Selain itu,
kelelawar memiliki masa hidup lebih lama ketimbang tikus, memiliki
massa tubuh yang lebih besar, ukuran kotoran yang kecil dan lebih lama
membawa virus berbahaya. Yang mengkhawatirkan, ada banyak virus dalam
kotoran kelelawar yang sampai saat ini belum dapat diidentifikasi.
"Meskipun
manusia jarang melakukan kontak langsung dengan kelelawar, virus dari
hewan ini dapat menginfeksi manusia lewat kontak dengan hewan peliharaan
yang terinfeksi, misalnya kuda, sapi dan kucing. Kebanyakan wabah
rabies pada manusia jika dirunut dapat berasal dari kelelawar, begitu
pula penularan virus Nipah dan Hendra," kata Jamie Childs, pakar epdemi
dari Yale University.