Jakarta - Apa warna yang kamu lihat pada sehelai daun? Pada umumnya pasti semua orang akan menjawab berwarna hijau. Akan tetapi bagi Concetta Antico, ia tak hanya melihat warna hijau pada sehelai daun, namun ada lebih dari satu warna.
"Di pinggirnya aku melihat warna jingga atau merah atau ungu pada bayangannya; kamu mungkin bakal melihat warna hijau gelap tapi aku melihat warna violet, toska dan biru. Bagaikan mosaik warna," tuturnya, dikutip dari Popular Science.
Concetta lahir dengan mengidap kondisi genetik luar biasa yang dinamakan tetrachromacy, yang berarti mata Concetta memiliki empat reseptor warna. Di mana manusia secara normal hanya memiliki tiga reseptor saja (trichromacy), sehingga kondisi ini menjadikannya punya 'kekuatan super' untuk melihat ratusan juta warna.
Pada manusia disebutkan dalam sebuah studi bahwa hanya ada 2-3 persen dari populasi dunia yang memiliki kekuatan super ini, dan kebanyakan mereka berprofesi sebagai seniman. Concetta sendiri yang berprofesi sebagai pelukis baru terdiagnosis pada tahun 2012 lalu oleh ahli mata terkemuka dr Jay Neitz dari University of Washington Medical School.
Sebagai salah satu dari hanya sedikit pengidap tetrachromacy, Concetta bekerjasama dengan dr Neitz sebagai subyek penelitian ilmiah. Salah satu hasilnya nanti adalah menentukan bagaimana kemampuan persepsi warnanya membedakan dirinya dari para pelukis lain yang tidak mengidap tetrachromacy.
"Kondisi ini membuatku bisa melihat variasi warna yang samar, yang berbeda dari apa yang bisa dilihat dari penglihatan normal. Dunia visual alamiahku sungguh mempesona. Dunia menjadi luar biasa dan menstimulasi pada mataku, membuatku bisa melukiskan apa yang kulihat, apa yang sangat kusukai dan apa yang kuhidupi. Keindahan yang melingkupi diriku adalah inspirasiku," tulis Concetta dalam website pribadinya, concettaantico.com.
Salah satu lukisan Concetta berjudul "The Swan Lake" yang menunjukkan betapa kaya warnanya dunia dari pandangan matanya. Foto: concettaantico.com
|
Sejak kecil di Australia, Concetta memang sudah tertarik dengan dunia seni. Ia melukis dengan gaya impresionisme seperti van Gogh, Monet atau Cezanne. Mendiang ibunya menjadi pendukung terbesar hingga ia menjadi terkenal seperti sekarang ini.
Sempat setelah ibunya meninggal ketika usianya baru 12 tahun, hidupnya benar-benar di ujung tombak. Bahkan pada usia 16, ia hanya punya sekitar 3 dolar, koper kecil dan jadi gelandangan.
"Tak punya tujuan. Jadi gelandangan untuk waktu yang cukup lama, lalu aku segera mendapatkan pekerjaan, apartemen, menyelesaikan SMA dan bekerja sambil kuliah," ceritanya lagi.
Ia tak meninggalkan rasa cintanya pada melukis, karena dengan melukislah ia dapat 'menceritakan' kepada orang lain apa yang ia lihat dan bagaimana cerahnya warna dunia dari matanya. Tak lama kemudian ia berimigrasi ke California, Los Angeles, Amerika Serikat, dan membuka studio dan galeri pertamanya di sana.
Di luar membantu para peneliti untuk lebih memahami tentang tetrachromacy, Concetta berharap dapat membuka sekolah seni bagi mereka yang buta warna. Ia juga ingin membuat sebuah wadah online bagi seluruh orang di dunia untuk mengetahui apakah mereka mengidap tetrachromacy.
"Aku ingin meyakinkan sebelum aku mati bahwa aku dapat mendefinisikan hal ini (tetrachromatism). Pasti masih ada banyak mereka yang mengidapnya di luar sana. Mungkin aku dapat mengarahkan mereka," tandas Concetta.